Minggu, 21 Maret 2010











Bio-Synergy Water Sistem (Water Stick) adalah suatu alat yang dapat merubah air biasa menjadi air alkalin, karena produk ini mengandung: Mineral, Ion negatif yang dapat menetralkan keasaman dalam air menjadi air alkali, Infra merah yang menyebabkan molekul air menjadi lebih kecil.

Keunggulan Air Minum Bio-Synergy Water Sistem (Water Stick) antara lain:
A. Bersifat Antioksidan
- Mencegah radikal bebas
- Mencegah penuaan dini
B. Kandungan Oksigen tinggi
- Oksigen murni (bukan inject) mencapai 8ppm
- Oksigen menyatu dengan air dan tidak mudah menguap meskipun di
  panaskan (suhu <70 derajat celcius)
C. Rantai molekul atau Cluster air (H2O) yang sangat halus
- Mempunyai ikatan rantai molekul yang sangat lembut
- Mampu menembus dinding sel tubuh dan langsung terserap kedalam
  peredaran darah
D. Mineral Seimbang
- Memiliki kandungan Calcium(Ca), Magnesium(Mg), Kalium(K), dan
  Natrium(Na) yang cukup untuk kebutuhan tubuh
E. Kandungan Far Infra Red Rays (FIR)
- Sesuai dengan kebutuhan tubuh 6-14 micron
- Mempercepat regenerasi sel tubuh yang rusak
- Mengaktifkan sel0sel sehat
- Bio life energy menambah vitalitas dan stamina
F. Beralkali tinggi
- pH air mencapai 8-8,5, tanpa bahan kimia
- Mampu menetralkan tingkat keasaman (aciditas) darah
- Meringankan kerja ginjal dan hati sebagai buffer (penghasil cairan
  untuk mengurangi keasaman darah)
G. Struktur Hexagonal
- Rantai molekul terikat seragam berbentuk segi 6 (hexagon)
- Membantu mempercepat fungsi detoxifikasi (pengeluaran limbah
  racun dalam darah dan tubuh)
H. Rasa yang Lembut dan Menyegarkan
- Mempunyai rasa yang lembut dan menyegarkan dibanding 
  dengan air biasa lainnya

Manfaat air minum Bio-Sinergy Water System, antara lain:
A. Mencuci Darah
- Membuang sisa pembakaran (metabolisme) tubuh
- Membuang racun atau toxin
- Menceah kanker
B. Membersihkan Pembuluh Darah
- Mengurangi kolesterol (LDL)
- Meningkatkan sirkulasi darah
- mencegah serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan stroke
C. Meningkatkan Fungsi Hati, Empedu dan Ginjal
- Membuang asam urat
- Mencegah penyakit hati
- Mempercepat pembuangan toxin/racun
- Mencegah batu ginjal dan batu empedu
D. Penyegaran
- Memberikan kulit yang sehat
- Menjaga stamina dan kebugaran tubuh
- Meningkatkan vitalitas dan gairah sexual
Disamping bermanfaat bagi kesehatan, Air Smart-V juga berguna:
1. Membuat susu bayi tidak mudah basi
2. Teh/Kopi,mengurangi efek samping gula dan kopi
3. Memasak nasi, warna lebih putih dan rasa lebih punel
4. Merebus daging, lebih cepat empuk dan lebih lembut
5. Mencuci sayur dan buah agar bersih dari pestisida yang berbahaya
6. Memasak sayur tidak mudah basi
7. Tanaman, lebih cepat pertumbuhan dan tahan serangan penyakit
8. Binatang peliharaan, menjaga kebersihan dan kesehatan
9. Merawat kecantikan
10. Penyembuhan luka
11. Menghilangkan keputihan dll.    

AIR HEXAGONAL MEMBANTU MENCEGAH DAN MEYEMBUHKAN
• MAAG, ASAM LAMBUNG
• SEMBELIT
• WASIR
• USUS BUNTU
• POLIP KOLON
• KANKER USUS
• ASAM URAT
• KELESTEROL TINGGI
• TRIGLISERIDA TINGGI
• HIPERTENSI
• STROKE
• DIABETES TIPE I
• DIABETES TIPE II
• LIVER
• JANTUNG KORONER
• BATU GINJAL
• NEFRITIS (BATU GINJAL)
• BATU EMPEDU
• PARU-PARU BASAH
• DISFUNGSI EREKSI
• EJAKULASI DINI
• SAKIT KEPALA, MIGRAN
• ENDOMETRIOSIS
• KANKER PAYUDARA
• PEMBESARAN PROSTAT
• KANKER PROSTAT
• INFLUAENZA
• SARIAWAN
• ASMA
• ALERGI
• KULIT KASAR DAN PSOROSIS
• EPILEPSI
• AMANDEL
• JERAWAT
• NYERI PUNGGUNG
• NYERI SENDI
• SINUSITIS
• POLIP HIDUNG
• KEPUTIHAN
• FRIGIDITAS
• TUMOR RAHIM DAN MIOMA
• INSOMNIA

MANFAAT AIR ALKALINE:
• Meningkatkan power sampai dengan 100% secara instan
• Sebagai Anti-Oksidan dengan kemampuan tinggi dalam menetralisir radikal bebas yang merusak sel jaringan tubuh
• Sebagai air alkali yang kaya hidrogen dan mineral
• Meningkatkan kekebalan/imunitas tubuh terhadap penyakit
• Membuang racun/toksin dalam tubuh
• Memperlancar peredaran nutrisi dalam tubuh
• Membantu mengatasi gangguan kulit, alergi, psoriasis, penuaan dini
• Memperbaiki kondisi tubuh setelah berolahraga
• Menstabilkan tekanan darah, dapat meringankan sembelit (konstipasi), maag dan gangguan perncernaan lain
• Membantu mengatasi nyeri sendi, asam urat, kejang otot, kelelahan, peredaran darah              tidak lancar
• Membantu mengatasi nyeri ulu hati, mual, tekanan darah tinggi, migran kegemukan,     keropos tulang
• Membantu penyembuhan kanker, infeksi peradangan, kencing manis
• Meningkatkan stamina dan vitalitas tubuh

• Meningkatkan rasa serta aroma makanan dan minuman


HARGA PRODUK
PAKET 1     2 WATER STICK + 1 HAK BISNIS Rp. 1.400.000,-
PAKET 2     1 UNIT BIO WATER FILTER + 1 HAK BISNIS PASSIVE INCOME TANPA MEREKRUT Rp. 5.000.000,-
PAKET 3     2 UNIT BIO WATER FILTER + 1 HAK BISNIS PASSIVE INCOME TANPA MEREKRUT Rp. 10.400.000,-
(BAGI ANDA YANG MENGAMBIL PAKET 2 DAN 3 BERHAK MENDAPATKAN PASSIVE INCOME SELAMA 15 BULAN YANG DIBAYARKAN SETIAP BULAN)








BELUM MENGERTI???



HUBUNGI MUH. SYACHRUL SYAMSUDDIN, S. Pd


(081242355114-085255156889)


INGAT!!! KESEHATAN ITU PENTING DI BANDINGKAN SEGALANYA



Senin, 15 Maret 2010




HUBUNGAN PSIKOLOGI DAN OLAHRAGA
oleh; Muh. Syachrul Syamsuddin, S. Pd
Pascasarjana UNM Penjas dan Olahraga 2009
Sekalipun Weinberg dan Gould (1995) memberikan pandangan yang hampir serupa atas psikologi olahraga dan psikologi latihan (exercisepsychology), karena banyak kesamaan dalam pendekatannya, beberapa peneliti lain (Anshel, 1997; Seraganian, 1993; Willis & Campbell, 1992) secara lebih tegas membedakan psikologi olahraga dengan psikologi latihan. Weinberg dan Gould, (1995) mengemukakan bahwa psikologi olahraga dan psikologi latihan memiliki dua tujuan dasar:
1. mempelajari bagaimana faktor psikologi mempengaruhi performance fisik individu
2. memahami bagaimana partisipasi dalam olahraga dan latihan mempengaruhi perkembangan individu termasuk kesehatan dan kesejahteraan hidupnya

Di samping itu, mereka mengemukakan bahwa psikologi olahraga secara spesifik diarahkan untuk:
1. membantu para professional dalam membantu atlet bintang mencapai prestasi puncak
2. membantu anak-anak, penderita cacat dan orang tua untuk bisa hidup lebih bugar
3. meneliti faktor psikologis dalam kegiatan latihan dan
4. memanfaatkan kegiatan latihan sebagai alat terapi, misalnya untuk terapi depressi (Weinberg & Gould, 1995).

Sekalipun belum begitu jelas letak perbedaannya, Weiberg dan Gould (1995)telah berupaya untuk menjelaskan bahwa psikologi olahraga tidak sama dengan psikologi latihan. Namun dalam prakteknya biasanya memang terjadi saling mengisi, dan kaitan keduanya demikian eratnya sehingga menjadi sulit untuk dipisahkan. Tetapi Seraganian (1993) serta Willis dan Campbell (1992) secara lebih tegas mengemukakan bahwa secara tradisional penelitian dan praktik psikologi olahraga diarahkan pada hubungan psikofisiologis misalnya responsi somatik mempengaruhi kognisi, emosi dan performance. Sedangkan psikologi latihan diarahkan pada aspek kognitif, situasional dan psikofisiologis yang mempengaruhi perilaku pelakunya, bukan mengkaji performance olahraga seorang atlet. Adapun topik dalam psikologi latihan misalnya mencakup dampak aktivitas fisik terhadap emosi pelaku serta kecenderungan (disposisi) psikologi, alasan untuk ikut serta atau menghentikan kegiatan latihan olahraga, perubahan pribadi sebagai dampak perbaikan kondisi tubuh atas hasil latihan olahraga dan lain sebagainya (Anshel, 1997).
Jelaslah kini bahwa psikologi olahraga lebih diarahkan para kemampuan prestatif pelakunya yang bersifat kompetitif; artinya, pelaku olahraga, khususnya atlet, mengarahkan kegiatannya olahraganya untuk mencapai prestasi tertentu dalam berkompetisi, misalnya untuk menang. Sedangkan psikologi laithan lebih terarah pada upaya membahas masalah-masalah dampak aktivitas latihan olahraga terhadap kehidupan pribadi pelakunya. Dengan kata lain, psikologi olahraga lebih terarah pada aspek sosial dengan keberadaan lawan tanding, sedangkan psikologi latihan lebih terarah pada aspek individual dalam upaya memperbaiki kesejahteraan psikofisik pelakunya.
Sekalipun demikian, kedua bidang ini demikian sulit untuk dipisahkan, karena individu berada di dalam konteks sosial dan sosial terbentuk karena adanya individu-individu. Di samping itu kedua bidang ini melibatkan aspek psikofisik dengan aktivitas aktivitas yang serupa, dan mungkin hanya berbeda intensitasnya saja karena adanya faktor kompetisi dalam olahraga.
Sejarah Psikologi Olahraga di Indonesia
Jadi, di satu pihak seorang praktisi psikolog yang memiliki ijin praktik belum tentu memiliki cukup pengetahuan ilmu keolahragaan, di lain pihak, pakar keolahragaan tidak dibekali pendidikan khusus psikoterapi dan konseling. Akibatnya, sampai saat ini masih terjadi kerancuan akan siapa sesungguhnya yang berhak memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga. Idealnya adalah seorang konsultan atau psikoterapis memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keolahragaan; sehingga sebagai seorang praktisi ia tetap berada di atas landasan professinya dengan mengikuti panduan etika yang berlaku, dan di samping itu pengetahuan keolahragaannya juga cukup mendukung latar belakang pendidikan formalnya.
Dalam upaya mengatasi masalah ini IPO sebagai asosiasi psikologi olahraga nasional tengah berupaya menyusun ketentuan tugas dan tanggung jawab anggotanya. Di samping itu, IPO juga tengah berupaya menyusun kurikulum tambahan untuk program sertifikasi bagi para psikolog praktisiyang ingin memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga. Kurikulum tersebut merupakan bentuk spesialisasi psikologi olahragayang meliputi: 1) Prinsip psikologi olahraga, 2) Peningkatan performance dalam olahraga, 3) Psikologi olahraga terapan, 4) Psikologi senam.
Masalah lain yang juga kerapkali timbul dalam penanganan aspek psikologi olahraga adalah dalam menentukan klien utama. Sebagai contoh misalnya pengguna jasa psikolog dapat seorang atlet, pelatih, atau pengurus. Kepada siapa psikolog harus memberikan pelayanan utama jika terjadi kesenjangan misalnya antara atlet dan pengurus, padahal psikolog dipekerjakan oleh pengurus untuk menangani atlet, dan atlet pada saat tersebut adalah pengguna jasa psikologi. Di satu pihak psikolog perlu menjaga kerahasiaan atlet, di lain pihak pengurus mungkin mendesak psikolog untuk menjabarkan kepribadian atlet secara terbuka demi kepentingan organisasi. Sachs (1993) menawarkan berbagai kemungkinan seperti misalnya menerapkan perjanjian tertulis untuk memberikan keterangan; namun demikian, jika atlet mengetahui bahwa pribadinya akan dijadikan bahan pertimbangan organisasi, ia mungkin cenderung akan berperilaku defensif, sehingga upaya untuk memperoleh informasi tentang dirinya akan mengalami kegagalan. Karenanya, seorang psikolog harus dapat bertindak secara bijaksana dalam menangani masalah ini, demikian pula, hendaknya seorang pelatih yang kerapkali bertindak selaku konsultan bagi atletnya kerap kali harus mampu melakukan pertimbangan untuk menghadapi masalah yang serupa.


Atlet, Pelatih, & Lingkungan
Atlet, pelatih dan lingkungan merupakan tiga aspek yang berkaitan satu sama lain dalam membicarakan psikologi olahraga dan psikologi senam. Istilah atlet tidak terbatas pada individu yang berprofesi sebagai olahragawan, tetapi juga mencakup individu secara umum yang melakukan kegiatan olahraga. Pelatih harus dibedakan dari sekedar instruktur, karena pelatih tidak hanya mengajarkan atlet bagaimana melakukan gerakan-gerakan olahraga tertentu, tetapi juga mendidik atlet untuk memberikan respon yang tepat dalam bertingkah laku di dalam dan di luar gelanggang olahraga. Lingkungan tidak terbatas pada lingkungan fisik semata-mata tetapi juga lingkungan sosial masyarakat, termasuk di dalamnya lingkungan kehidupan tempat atlet tinggal.
Atlet, pelatih dan lingkungan adalah tiga aspek yang merupakan suatu kesatuan yang menentukan athletic performance. Istilah atlethicperformance agak sulit untuk diterjemahkan karena merupakan suatu istilah spesifik yang tidak bisa disamakan artinya dengan misalnya perilaku atletik.
Atlet
Seorang atlet adalah individu yang memiliki keunikan tersendiri. Ia memiliki bakat tersendiri, pola perilaku dan kepribadian tersendiri serta latar belakang kehidupan yang mempengaruhi secara spesifik pada dirinya. Sekalipun dalam beberapa cabang olahraga atlet harus melakukannya secara berkelompok atau beregu, pertimbangan bahwa seorang atlet sebagai individu yang unik perlu tetap dijadikan landasan pemikiran. Karena, misalnya di dalam olahraga beregu, kemampuan adaptif individu untuk melakukan kerjasama kelompok sangat menentukan perannya kelak di dalam kelompoknya.
Adalah sesuatui hal yang mustahil untuk menyamaratakan kemampuan atlet satu dengan lainnya, karena setiap individu memiliki bakat masing-masing. Bakat yang dimiliki atlet secara individual ini lah yang sesungguhnya layak untuk memperoleh perhatian secara khusus agar ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya yang ada secara maksimum.
Namun demikian, keunikan individu seorang atlet seringkali disalahartikan sebagai perilaku menyimpang (Anshel, 1997). Sebagai contoh petenisJohn McEnroe menggunakan perilaku marahnya untuk membangkitkan semangatnya. Namun bagi mereka yang tidak memahami hal ini menganggap McEnroe memiliki kecenderungan pemarah. Masalahnya adalah mungkin perilaku marahnya dapat mengganggu lawan tandingnya sehingga hal ini dirasakan sebagai sesuatu yang kurang sportif untuk menjatuhkan mental lawan tandingnya. Demikian pula Monica Seles sering ditegur karena lenguhannya yang keras pada saat memukul bola, namun sesungguhnya hal ini merupakan keunikan perilakunya, dan karena tidak adanya aturan khusus untuk melarang hal tersebut, sebenarnya memang Seles tidak melakukan pelanggaran apapun. Adalah juga keliru menganggap bahwa setiap atlet membutuhkan masukan dari pelatihnya pada saat menjelang pertandingan. Karena ada atlet-atlet yang lebih cendeung memilih untuk berada sendiri daripada ditemani oleh orang lain. Jadi, setiap atlet memiliki ciri khas masing-masing, dan tidak bisa dilakukan penyamarataan dalam melakukan pendekatan terhadap atlet. Hal-hal seperti inilah yang perlu difahami oleh para pembina dalam membina para atletnya. Karena justru keunikan merekalah yang membuat mereka mampu berprestasi puncak. Sedangkan mereka yangtergolong "normal" memang hanya memiliki prestasi normal-normal (biasa-biasa) saja.


Pelatih
Pelatih, seperti telah disinggung di atas, bukan sekedar instruktur olahraga yang memberitahukan atlet cara-cara untuk melakukan gerakan tertentu dala olahraga. Pelatih juga merupakan tokoh panutan, guru, pembimbing, pendidik, pemimpin, bahkan tak jarang menjadi tokoh model bagi atletnya. Pelatih sendiri juga mungkin meniru gaya pelatih lain atau pelatih senior yang melatih dirinya. Ada pepatah asing yang mengatakan "monkey see, monkey do", artinya apa yang dilihat, itulah yang dikerjakan. Demikianlah hal yang harus disadari oleh pelatih bahwa apa yang dilakukannya kelak akan dijadikan contoh oleh atletnya. Dengan kata lain atlet cenderung untuk meniru hal-hal yang dikerjakan oleh pelatihnya. Pelatih harus waspada akan hal-hal yang disampaikan pada atletnya, karena atlet cenderung akan mencamkan yang diutarakan oleh pelatihnya. Hal yang diutarakan pelatih pada atlet dipandang sebagai prinsip oleh atlet, dan atlet cendrung berupaya untuk mentaatinya. Demikian pula ekspressi emosi pelatih terhadap atletnya akan banyak berpengaruh terhadap perilaku atlet (Anshel, 1997). Kecemasan pelatih menjelang pertandingan dapat mempengaruhi atlet untuk menjadi makin cemas dalam bertanding. Lontaran ucapan pelatih yang kurang layak dapat dirasakan sangat menyakitkan oleh atlet sehingga dapat memberikan pengaruh negatif pada atlet dalam berlatih maupun bertanding. Demikian pula penerapan disiplin yang tidak jelas, terlebih disertai dengan penguatan yang kurang tepat akan memberikan dampak buruk bagi penampilan atlet. Adalah tugas pelatih untuk memainkan peran penting dalam masalah-masalah psikologis seperti di bawah ini :
* Memotivasi atlet sebelum, selama, dan setelah periode latihan maupun pertandingan
* Memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan sikap atlet
* Memperbaiki citra diri dan keyakinan diri atlet
* Menjadi pimpinan yang baik untuk meningkatkan moral atlet
* Memahami dan memnuhi kebutuhan atlet
* Mengidentifikasi potensi dan mempromosikan perkembangan atlet
* Mempertahankan konsistensi performance atlet
* Membantu atlet mengatasi tekanan mental, kekecewaan, dan berbagai permasalahan yang berpotensi mengganggu performancenya kelak
* Mempersiapkan atlet dengan memberikan bekal keterampilan dan strategi bertanding.



Lingkungan
Lingkungan mencakup situasi, kondisi, interaksi atlet dengan atlet lain, dengan pelatih, dengan lawan tanding, penonton, peliput olahraga, serta juga terkait dengan kondisi fisik perlengkapan, fasilitas dan lain-lain. Dalam berbagai jenis olahraga, lingkungan juga terkait dengan masalah cuaca dan medan pertandingan. Di samping itu, lingkungan juga mencakup keutuhan kelompok, kebersamaan kelompok, sifat saling membantu di antara anggota kelompok, perasaan bangga dan lain-lain. Lingkungan memiliki aspek cakupan yang demikian luasnya, karenanya sejumlah aspek yang menentukan seringkali luput dari pengamatan.
Adalah penting untuk ditelaah besarnya peran lingkungan terhadap performance atlet, dan tangguh serta tanggapnya atlet terhadap kondisi lingkungan. Atlet yang kurang tanggap terhadap kondisi lingkungan bisa kehilangan kewaspadaan, atlet yang kurang tangguh bisa mudah terpengaruh oleh kondisi lingkungan. Selanjutnya, dukungan lingkungan yang besar mungkin dapat memberi dampak positif bagi performance atlet; sebaliknya kondisi lingkungan yang terlalu menekan cenderung memberi dampak negatif pada atlet.
Ketiga aspek yang tidak terpisahkan ini (atlet, pelatih dan lingkungan) memiliki hubungan interaksi yang demikian kompleks sehingga memang tidak terlalu mudah untuk mengkajinya. Namun demikian berbagai upaya harus terus dilakukan sebagai usaha untuk terus mengembangkan potensi atlet secara maksimal. Kompleksitas hubungan interaktif ketiga aspek ini seringkali kurang memperoleh perhatian serius; sebaliknya sejumlah upaya yang dilakukan juga sering melupakan atau memperkecil peran satu aspek dibandingkan aspek lainnya. Padahal, hambatan yang terjadi pada salah satu aspek tertentu, betapapun kecil tampaknya bisa memberi pengaruh yang besar pada performance atlet.

Rabu, 10 Maret 2010

METABOLISME ENERGI TUBUH DAN OLAHRAGA

By: MUH. SYACHRUL SYAMSUDDIN, S. Pd
(MAHASISWA PASCASARJANA PENJAS DAN OLAHRAGA UNM 2009)




1. PENDAHULUAN
Di dalam berbagai jenis olahraga baik olahraga dengan gerakan-gerakan yang bersifat konstan seperti jogging, marathon dan bersepeda atau juga pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan yang explosif seperti menendang bola atau gerakan smash dalam olahraga tenis atau bulutangkis, jaringan otot hanya akan memperoleh e n e r g i d a r i pemecahan molekul a d e n o s i n e triphospate atau yang biasa disingkat sebagai ATP. Melalui simpanan energi yang terdapat di dalam tubuh yaitu simpanan phosphocreatine (PCr), karbohidrat, lemak dan protein, molekul ATP ini akan dihasilkan melalui metabolisme energi yang akan melibatkan beberapa reaksi kimia yang kompleks. Pengunaan simpanan-simpanan energi tersebut beserta jalur metabolisme energi yang akan digunakan untuk menghasilkan molekul ATP ini juga akan bergantung terhadap jenis aktivitas serta intensitas yang dilakukan saat berolahraga.

2.AKTIVITAS AEROBIK DAN ANAEROBIK DALAM OLAHRAGA

Secara umum aktivitas yang terdapat dalam kegiatan olahraga akan terdiri dari kombinasi 2 jenis aktivitas yaitu aktivitas yang bersifat aerobik dan dan aktivitas yang bersifat anaerobik. Kegiatan/jenis olahraga yang bersifat ketahanan seperti jogging, marathon, triathlon dan juga bersepeda jarak jauh merupakan jenis olahraga dengan komponen aktivitas aerobik yang dominan sedangkan kegiatan olahraga yang membutuhkan
tenaga besar dalam waktu singkat seperti angkat berat, push-up, sprint atau juga loncat jauh
merupakan jenis olahraga dengan komponen komponen aktivitas anaerobik yang dominan .
Namun dalam beragamnya berbagai cabang olahraga akan terdapat jenis olahraga atau juga aktivitas latihan
dengan satu komponen aktivitas yang lebih dominan atau juga akan terdapat cabang olahraga yang mengunakan kombinasi antara aktivitas yang bersifat aerobik & anaerobik.
Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi sehingga juga akan bergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna. Aktivitas ini biasanya merupakan aktivitas olahraga dengan intensitas rendah-sedang yang dapat dilakukan secara kontinu dalam waktu yang cukup
lama sepeti jalan kaki, bersepeda atau juga jogging.

Aktivitas anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan energi secara cepat dalam waktu yang singkat namun tidak dapat dilakukan secara kontinu untuk durasi waktu yang lama. Aktivitas ini biasanya juga akan membutuhkan interval istirahat agar ATP dapat diregenerasi sehingga kegiatannya dapat dilanjutkan kembali. Contoh dari kegiatan/jenis olahraga yang memiliki aktivitas
anaerobik dominan adalah lari cepat (sprint), push-up, body building, gimnastik atau juga loncat jauh. Dalam beberapa jenis olahraga beregu atau juga individual akan terdapat pula gerakan-gerakan/aktivitas sepeti meloncat, mengoper, melempar, menendang bola, memukul bola atau juga mengejar bola dengan cepat yang bersifat anaerobik. Oleh sebab itu maka beberapa cabang olahraga seperti sepakbola, bola basket atau juga tenis lapangan disebutkan merupakan kegiatan olahraga dengan kombinasi antara aktivitas aerobik dan anaerobik.

3. METABOLISME ENERGI SAAT BEROLAHRAGA

Inti dari semua proses metabolisme energi di dalam tubuh adalah untuk menresintesis molekul ATP
dimana prosesnya akan dapat berjalan secara aerobik maupun anearobik. Proses hidrolisis ATP yang akan
menghasilkan energi ini dapat dituliskan melalui persamaan reaksi kimia sederhana sebagai berikut:

ATP + H O ---> ADP + H + Pi -31 kJ per 1 mol ATP

Di dalam jaringan otot, hidrolisis 1 mol ATP akan menghasilkan energi sebesar 31 kJ (7.3 kkal) serta
akan menghasilkan produk lain berupa ADP (adenosine diphospate) dan Pi (inorganik fosfat). Pada saat
berolahraga, terdapat 3 jalur metabolisme energi yang dapat digunakan oleh tubuh untuk menghasilkan ATP
yaitu hidrolisis phosphocreatine (PCr), glikolisis anaerobik glukosa serta pembakaran simpanan karbohidrat,
lemak dan juga protein.
Pada kegiatan olahraga dengan aktivitas aerobik yang dominan, metabolisme energi akan berjalan
melalui pembakaran simpanan karbohdrat, lemak dan sebagian kecil (±5%) dari pemecahan simpanan
protein yang terdapat di dalam tubuh untuk menghasilkan ATP (adenosine triphospate). Proses metabolisme ketiga sumber energi ini akan berjalan dengan kehadiran oksigen (O ) yang 2 diperoleh melalui proses pernafasan. Sedangkan pada aktivitas yang bersifat anaerobik, energi yang akan digunakan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan energi secara cepat ini akan diperoleh melalui hidrolisis phosphocreatine (PCr) serta melalui glikolisis glukosa secara anaerobik. Proses metabolisme energi secara anaerobik ini dapat berjalan tanpa kehadiran oksigen (O2 ).

Proses metabolisme energi secara anaerobik dapat menghasilkan ATP dengan laju yang lebih cepat
jika dibandingkan dengan metabolisme energi secara aerobik. Sehingga untuk gerakan-gerakan dalam
olahraga yang membutuhkan tenaga yang besar dalam waktu yang singkat, proses metabolisme energi secara
anaerobik dapat menyediakan ATP dengan cepat namun hanya untuk waktu yang terbatas yaitu hanya
sekitar ±90 detik. Walaupun prosesnya dapat berjalan secara cepat, namun metabolisme energi secara
anaerobik ini hanya menghasilkan molekul ATP yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan metabolisme
energi secara aerobik (2 ATP vs 36 ATP per 1 molekul glukosa).
Proses metabolisme energi secara aerobik juga dikatakan merupakan proses yang bersih karena selain akan menghasilkan energi, proses tersebut hanya akan menghasilkan produk samping berupa karbondioksida
(CO ) dan air (H O). Hal ini berbeda dengan proses metabolisme secara anaerobik yang juga akan menghasilkan produk samping berupa asam laktat yang apabila terakumulasi dapat menghambat
kontraksi otot dan menyebabkan rasa nyeri pada otot. Hal inilah yang menyebabkan mengapa gerakangerakan bertenaga saat berolahraga tidak dapat dilakukan secara kontinu dalam waktu yang panjang dan harus diselingi dengan interval istirahat.


3.1.Proses Metabolisme Secara Anaerobik
3.1.1.Sistem PCr

Creatine (Cr) merupakan jenis asam amino yang tersimpam di dalam otot sebagai sumber energi. Di
dalam otot, bentuk creatine yang sudah ter-fosforilasi yaitu phosphocreatine (PCr) akan mempunyai peranan
penting dalam proses metabolisme energi secara anaerobik di dalam otot untuk menghasilkan ATP.
Dengan bantuan enzim creatine kinase, phosphocreatine (PCr) yang tersimpan di dalam otot akan dipecah
menjadi Pi (inorganik fosfat) dan creatine dimana proses ini juga akan disertai dengan pelepasan energi
sebesar 43 kJ (10.3 kkal) untuk tiap 1 mol PCr. Inorganik fosfat (Pi) yang dihasilkan melalui proses pemecahan PCr ini melalui proses fosforilasi dapat mengikat kepada molekul ADP (adenosine diphospate) untuk kemudian kembali membentuk molekul ATP (adenosine triphospate). Melalui proses hidrolisis PCr, energi dalam jumlah besar (2.3 mmol ATP/kg berat basah otot per detiknya) dapat dihasilkan secara instant untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat berolahraga dengan intensitas tinggi yang bertenaga. Namun karena terbatasnya simpanan PCr yang terdapat di dalam jaringan otot yaitu hanya sekitar 14-24 mmol ATP/ kg berat basah maka energi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis ini hanya dapat bertahan untuk mendukung aktivitas anaerobik selama 5-10 detik.

Karena fungsinya sebagai salah satu sumber energi tubuh dalam aktivitas anaerobik, supplementasi creatine mulai menjadi popular pada awal tahun 1990-an setelah berakhirnya Olimpiade Barcelona. Creatine dalam bentuk creatine monohydrate telah menjadi suplemen nutrisi yang banyak digunakan untuk meningkatkan kapasitas aktivitas anaerobik. Namun secara alami, creatine ini akan banyak terkandung di dalam bahan makanan protein hewani seperti daging dan ikan.

Data dari hasil-hasil penelitian dalam bidang olahraga yang telah dilakukan menunjukan bahwa
konsumsi creatine sebanyak 5-20 g per harinya secara rutin selama 20 hari sebelum musim kompetisi

3.1.2.Glikolisis (Sistem Glikolitik)

Glikolisis merupakan salah satu bentuk metabolisme energi yang dapat berjalan secara anaerobik tanpa kehadiran oksigen. Proses metabolisme energi ini mengunakan simpanan glukosa yang sebagian besar akan diperoleh dari glikogen otot atau juga dari glukosa yang terdapat di dalam aliran darah untuk menghasilkan ATP. Inti dari proses glikolisis yang terjadi di dalam sitoplasma sel ini adalah mengubah molekul glukosa menjadi asam piruvat dimana proses ini juga akan disertai dengan membentukan ATP. Jumlah ATP yang dapat dihasilkan oleh proses glikolisis ini akan berbeda bergantung berdasarkan asal molekul glukosa.
Jika molekul glukosa berasal dari dalam darah maka 2 buah ATP akan dihasilkan namun jika molekul glukosa berasal dari glikogen otot maka sebanyak 3 buah ATP akan dapat dihasilkan.
Mokelul asam piruvat yang terbentuk dari proses glikolisis ini dapat mengalami proses metabolisme
lanjut baik secara aerobik maupun secara anaerobik bergantung terhadap ketersediaan oksigen di dalam
tubuh. Pada saat berolahraga dengan intensitas rendah dimana ketersediaan oksigen di dalam tubuh cukup
besar, molekul asam piruvat yang terbentuk ini dapat diubah menjadi CO dan H O di dalam mitokondria sel.
Dan jika ketersediaan oksigen terbatas di dalam tubuh atau saat pembentukan asam piruvat terjadi secara
cepat seperti saat melakukan sprint, maka asam piruvat tersebut akan terkonversi menjadi asam laktat.

3.2.Metabolisme Energi Secara Aerobik

Pada jenis-jenis olahraga yang bersifat ketahanan (endurance) seperti lari marathon, bersepeda jarak jauh (road cycling) atau juga lari 10 km, produksi energi di dalam tubuh akan bergantung terhadap sistem metabolisme energi secara aerobik melalui pembakaran karbohidrat, lemak dan juga sedikit dari pemecahan protein. Oleh karena itu maka atlet-atlet yang berpartisipasi dalam ajang-ajang yang bersifat ketahanan ini
harus mempunyai kemampuan yang baik dalam memasok oksigen ke dalam tubuh agar proses metabolisme energi secara aerobik dapat berjalan dengan sempurna. Proses metabolisme energi secara aerobik merupakan
proses metabolisme yang membutuhkan kehadiran oksigen (O2) agar prosesnya dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Pada saat berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah, glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk trigeliserida akan memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam tubuh. Namun bergantung terhadap intensitas olahraga yang dilakukan, kedua simpanan energi ini dapat memberikan jumlah kontribusi yang berbeda.

3.2.1. Pembakaran Karbohidrat


Secara singkat proses metabolime energi dari glukosa darah atau juga glikogen otot akan berawal dari
karbohidrat yang dikonsumsi. Semua jenis karbohidrat yang dkonsumsi oleh manusia baik itu jenis karbohidrat kompleks (nasi, kentang, roti, singkong dsb) ataupun juga karbohidrat sederhana (glukosa, sukrosa, fruktosa) akan terkonversi menjadi glukosa di dalam tubuh. Glukosa yang terbentuk ini kemudian dapat tersimpan sebagai cadangan energi sebagai glikogen di dalam hati dan otot serta dapat tersimpan di dalam aliran darah sebagai glukosa darah atau dapat juga dibawa ke dalam sel-sel tubuh yang membutuhkan.
Di dalam sel tubuh, sebagai tahapan awal dari metabolisme energi secara aerobik, glukosa yang berasal dari glukosa darah ataupun dari glikogen otot akan mengalami proses glikolisis yang dapat menghasilkan molekul ATP serta menghasilkan asam piruvat. Di dalam proses ini, sebanyak 2 buah molekul ATP dapat dihasilkan apabila sumber glukosa berasal dari glukosa darah dan sebanyak 3 buah molekul ATP dapat dihasilkan apabila glukosa berasal dari glikogen otot.
Setelah melalui proses glikolisis, asam piruvat yang di hasilkan ini kemudian akan diubah menjadi Asetil-KoA di dalam mitokondsia. Proses perubahan dari asam piruvat menjadi Asetil-KoA ini akan berjalan dengan ketersediaan oksigen serta akan menghasilkan produk samping berupa NADH yang juga dapat menghasilkan 2-3 molekul ATP. Untuk memenuhi kebutuhan energi bagi sel-sel tubuh, Asetil-KoA hasil konversi asam piruvat ini kemudian akan masuk ke dalam siklus asam-sitrat untuk kemudian diubah menjadi karbon dioksida (CO ), ATP, NADH dan FADH melalui tahapan reaksi yang kompleks. Reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses yang telah disebutkan dapat dituliskan melalui persamaan reaksi sederhana sebagai berikut:

Asetil-KoA + ADP + Pi + 3 NAD + FAD + 3H O ---> 2CO + CoA + ATP + 3 NADH + 3H + FADH2

Setelah melewati berbagai tahapan proses reaksi di dalam siklus asam sitrat, metabolisme energi
dari glukosa kemudian akan dilanjutkan kembali melalui suatu proses reaksi yang disebut sebagai proses
fosforlasi oksidatif. Dalam proses ini, molekul NADH dan juga FADH yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat akan diubah menjadi molekul ATP dan H O. Dari 1 molekul NADH akan dapat dihasilkan 3 buah molekul ATP dari 1 buah molekul FADH akan dapat menghasilkan 2 molekul ATP. Proses metabolisme energi secara aerobik melalui pembakaran glukosa/glikogen secara total akan menghasilkan 38 buah molukul ATP dan juga akan menghasilkan produk samping berupa karbon dioksida (CO ) serta air (H O). Persamaan reaksi sederhana untuk mengambarkan proses tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

Glukosa + 6O +38 ADP + 38Pi ---> 6 CO + 6 H O + 38 ATP

3.2.2.Pembakaran Lemak


Langkah awal dari metabolisme energi lemak adalah melalui proses pemecahan simpanan lemak yang terdapat di dalam tubuh yaitu trigeliserida. Trigeliserida di dalam tubuh ini akan tersimpan di dalam jaringan adipose (adipose tissue) serta di dalam sel-sel otot (intramuscular triglycerides). Melalui proses yang dinamakan lipolisis, trigeliserida yang tersimpan ini akan dikonversi menjadi asam lemak (fatty acid) dan gliserol. Pada proses ini, untuk setiap 1 molekul trigeliserida akan terbentuk 3 molekul asam lemak dan 1molekul gliserol .
Kedua molekul yang dihasilkan melalu proses ini kemudian akan mengalami jalur metabolisme yang
berbeda di dalam tubuh. Gliserol yang terbentuk akan masuk ke dalam siklus metabolisme untuk diubah
menjadi glukosa atau juga asam piruvat. Sedangkan asam lemak yang terbentuk akan dipecah menjadi unitunit
kecil melalui proses yang dinamakan ß-oksidasi untuk kemudian menghasilkan energi (ATP) di dalam
mitokondria sel Proses ß-oksidasi berjalan dengan kehadiran oksigen serta membutuhkan adanya karbohidrat untuk menyempurnakan pembakaran asam lemak. Pada proses ini, asam lemak yang pada umumnya berbentuk rantai panjang yang terdiri dari ± 16 atom karbon akan dipecah menjadi unit-unit kecil yang terbentuk dari 2 atom karbon. Tiap unit 2 atom karbon yang terbentuk ini kemudian dapat mengikat kepada 1 molekul KoA untuk membentuk asetil KoA. Molekul asetil-KoA yang terbentuk ini kemudian akan masuk ke dalam siklus asam sitrat dan diproses untuk menghasilkan energi seperti halnya dengan molekul asetil-KoA yang dihasil melalui proses metabolisme energi dari glukosa/glikogen.

3.4.Metabolisme Energi untuk Olahraga Kombinasi Aerobik & Anaerobik.


Beberapa jenis olahraga beregu atau individual seperti sepakbola, bola basket atau juga tenis merupakan olahraga yang mengunakan kombinasi antara aktivitas intensitas tinggi dan aktivitas intensitas rendah. Pada jenis olahraga ini, proses metabolisme energi di dalam tubuh dapat berjalan secara simultan melalui metabolisme energi secara aerobik dan anaerobik. Pada aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan power secara cepat seperti saat berlari untuk mengejar bola atau saat memukul bola dengan keras, metabolisme energi tubuh akan berjalan secara anaerobik melalui sumber energi yang diperoleh dari simpanan ATP, simpanan phosphocreatine (PCr) dan simpanan karbohidrat .Sedangkan saat melakukan aktivitas dengan intensitas rendah seperti saat berlari secara perlahan, metabolisme energi tubuh akan berjalan
secara aerobik dengan sumber energi diperoleh dari simpanan karbohidrat (glikogen otot & glukosa darah),
lemak dan juga protein. Pada olahraga beregu yang umumnya merupakan kombinasi antara endurance serta speed & power, diantara semua bentuk simpanan energi yang akan digunakan dalam proses metabolisme energi baik secara aerobik maupun anaerobik, 2 simpanan energi yaitu simpanan karbohidrat (glikogen otot & glukosa darah) dan simpanan lemak akan memberikan kontribusi yang lebih besar untuk menyediakan energi bagi tubuh. Diantara simpanan lemak & karbohidrat, simpanan karbohidrat akan memberikan kontribusi yang lebih besar di bandingkan dengan simpanan lemak untuk menghasilkan energi dalam olahraga beregu. Dan oleh karena simpanan karbohidrat berada dalam jumlah yang terbatas dibandingkan dengan simpanan lemak maka berkurangnya simpanan karbohidrat merupakan pembatas bagi kemampuan tubuh untuk mempertahankan performa pada olahraga ini.

3.5.Ringkasan Singkat Metabolisme Energi & Simpanan Energi Tubuh


Secara ringkas, sistem metabolisme energi untuk menghasilkan ATP dapat berjalan secara aerobi (dengan oksigen) dan secara anaerobik (tanpa oksigen). Kedua proses ini dapat berjalan secara simultan di dalam tubuh saat berolahraga. Pada aktivitas-aktivitas olahraga yang membutuhkan energi besar dalam waktu yang cepat atau pada olahraga dengan intenistas tinggi. Metabolisme energi akan berjalan secara anaerobik melalui hidrolisis phosphocreatine (PCr) serta melalui proses glikolisis glukosa/glikogen otot. Sedangkan pada cabang-cabang olahraga dengan intensitas rendah-sedang yang memilki komponen aerobik tinggi seperti jogging, maraton, triathlon atau juga bersepeda jarak jauh, metabolisme energi tubuh akan berjalan secara aerobik dengan kehadiran oksigen melalui pembakaran simpanan karbohidrat, lemak dan protein.
Pada olahraga beregu yang merupakan kombinasi antara aktivitas intensitas tinggi dan aktivitas intensitas rendah, metabolisme energi juga akan berjalan secara aerobik dan anaerobik dan juga mengunakan sumber-sumber energi yang sama yaitu phospocreatine (PCr), karbohidrat, lemak dan juga protein. Diantara semua bentuk simpanan energi yang terdapat di dalam tubuh, simpanan karbohidrat dan lemak merupakan sumber nutrisi utama yang akan digunakan untuk menyediakan energi bagi kontraksi otot. Keduanya akan menjadi sumber energi utama bagi tubuh saat berolahraga yang persentase kontribusinya terhadap produksi energi akan ditentukan oleh intensitas olahraga serta lamanya waktu berolahraga. Bentuk simpanan energi di dalam tubuh yang merupakan penentu performa pada saat berolahraga yaitu simpanan karbohidrat dapat diproses melalui 2 jalur metabolisme baik yaitu melalui pembakaran glukosa/glikogen (secara aerobik) maupun melalui glikolisis glukosa/glikogen (secara anaerobik) untuk menghasilkan ATP. Sedangkan simpanan lemak yang terdapat di dalam tubuh hanya dapat diproses secara aerobik untuk menghasilkan ATP, dimana proses ini juga akan membutuhkan ketersediaan karbohidrat agar proses pembakarannya menjadi sempurna.